Sunday, December 27, 2009

Sang Nabi

Lawan pun Kagum

Oleh Asakir

Dikagumi kawan, sanak keluarga, famili, dan orang-orang dekat lainnya itu biasa. Tapi akan berbeda jika yang mengagumi seseorang adalah lawannya, lawan yang tercipta bukan karena perselisihan atau pertengkaran, namun perbedaan sangat mendasar yang muncul dari hati sanubari paling dalam yang tak terganggu gugat, perbedaan yang memang harus ada bukan karena kontak fisik, bukan karena hasil gontok-gontokan, tapi memang sudah selaiknya ada, karena sekat antara kebenaran dan kebatilan harus ada, yang perlu mendapat perhatian bahwa perselisihan tidak lantas mengaburkan kebenaran-kebenaran yang terbersit, baik ada sama saya atau di luar saya.

Inilah yang terjadi pada diri Nabi Muhammad, kekaguman yang membesar berubah jadi kecintaan pada beliau datang dari orang-orang dekat dan orang-orang jauh, yangn kenal maupun yang belum pernah menjumpainya, karena sudah semestinya nilai-nilai luhur harus ada dan diakui bahkan oleh siapa saja bahkan oleh yang jahat sekalipun.

Kebaikan akan tetap baik dimana saja dan ada pada siapa saja, Nabi Muhammad baik dan luhur tidak hanya pada orang-orang tertentu, tidak hanya ketika sedang biasa, sedang di luar batas tolelir pun beliau tetap baik dan stabil, bukan hanya pada orang-orang yang ada di sekitarnya dan baik padanya, pada yang tidak kenal pun dan bahkan yang sering mengganggunya beliau tetap baik, mengapa? Tidak lain karena kebaikan beliau muncul dari dalam, bukan keadaan sesaat untuk mengimbangi cuaca.

Kebaikan ini mendapat pujian bukan hanya dari yang lumrah dibaiki, tapi batas-batas minimal dan maksimal dalam menilai kebaikan pun menganggap kebaikan beliau tetap utuh. Penilaian minimal biasanya datang dari yang jauh atau yang sulit menganggapnya baik yaitu lawan. Nabi Muhammad mendapat kekaguman tidak hanya satu dua orang lawanya, tapi semua yang berinteraksi dengan beliau dan mau sedikit berpikir jernih tentang budi luhur akan mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah manusia berbudi luhur, hal ini diakui oleh Abu Sufyan ketika ditanya oleh Harqal, seperti apakah Muhammad itu? Abu Sufyan menjawab dengan kesimpulan bulat bahwa Muhammad adalah orang baik. Padahal ketika itu Abu Sufyan merupakan orang yang paling benci terhadap Nabi Muhammad, bahkan perjalanannya menemui Harqal berangkat dari kebenciannya pada Nabi, namun Abu Sufyan juga tidak bisa membohongi diri sendiri bahwa Muhammad sebagai lawan sangat mengagumkan.

Sedangkan penilaian dari batas maksimal datang dari orang-orang dekat beliau, dekat bukan hanya dari psikologis tapi juga fisik, lebih dekat dari kebiasaan atau kelumrahan yang lain, mereka adalah istri-istri beliau. Semestinya jika kebaikan hanya berdasarkan perubahan cuaca, niscaya orang terdekat hanya akan dapat getah dari kebaikan itu, mendapat sisa-sisa kesabaran yang ia tampakkan di luar rumah demi menyesuaikan diri dengan nama besarnya, mendapat senyum yang tak selebar di luar rumah karena cuaca telah berubah, jiwa kusut, otak sesak, hati keruh. Maka tidak heran ketika kita melihat pasangan-pasangan orang-orang terkenal banyak yang tersiksa, kok bisa? Karena dia hanya kebagian getah dan sisa-sisa kebaikan pasangannya. Pasangan adalah orang terdekat yang tahu semua hal tentang seseorang, bukan hanya yang tampak, yang tak terlihat orang lain bisa dirasakan oleh pasangannya, karena rumah merupakan satu-satunya tempat dimana seseorang jujur dengan diri dan keadaannya, di rumah, penampilan minimal seseorang bisa tampak, baik penampilan fisik maupun mental, di rumah seseorang bisa lapar bisa kenyang, bisa sangat lelah bisa sangat segar, bisa sedang berpakaian lengkap, bisa ala kadarnya, bisa mencapai puncak marah, bisa sedang sabar, semua warna hati bisa ada di rumah, dan warna pakaian bisa juga di rumah, maka pasangan kitalah yang paling tahu tentang kita setelah diri kita yang jujur.

Nah penilaian maksimal yang datang dari keluarga Nabi yang bukan hanya pasangannya yang menurut pandangan umum setara derajatnya dengan sang suami, tapi juga mencakup pembantu yang lagi-lagi menurut pandangan umum di bawah rata-rata derajat keluarga yang dibantunya, penilaian menunjukkan bahwa Nabi merupakan bagian keluarga yang paling luhur, sampai-sampai Aisyah pernah mengatakan, "Akhlaq Nabi sama persis dengan tuntunan Alquran".

Adakah penilaian yang lebih dari system penilaian minimal dan maksimal ini? Orang terjauh dari segi jarak dan mental mengatakan Nabi berbudi luhur, orang terdekatpun memiliki penilaian yang sama bahkan lebih. Kebaikan Nabi Muhammad tidak menunggu umpan, baik dari kedalaman diri yang tak terjajaki, juga tak tertandingi, baik untuk sesama dan yang tidak sama, untuk manusia, juga untuk yang bukan manusia, kuncinya, "wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin", aku tidak mengutusmu kecuali sebagai penebar kasih sayang bagi sekalian alam.

Masakin Usman, 26 Juli, 2009 M.

No comments:

Post a Comment